Love for All Hatred for None

Kamis, 18 Februari 2010

Pelayan dan Kendinya

Pedagang keramik mempunyai beberapa pelayan pribadi. Diantara pelayan-pelayan tsb, ada seorang pelayan, Ibnu Ablah yang belum pernah ditugaskan mengantarkan barang pesanan. Sang pedagang sengaja menempatkan Ibnu Ablah di gudang. Tugasnya mengangkut barang-barang dari gudang ke luar atau sebaliknya. Seperti biasanya, hari itu pun toko sang pedagang keramik ramai dikunjungi pembeli. Beberapa pembeli memesan beberapa keramik tertentu dan minta diantarkan ke kediamannya. Sang pedagang pun menyanggupinya, lalu ia menyuru semua pelayannya --kecuali Ibnu Ablah, mengantarkan pesanan mereka. Sepeninggalan para pelayannya, sang pedagang mengecek semua pesanan dan memastikan semuanya telah terkirim. Dan betapa terkejutnya, ketika didapatinya ada satu pesanan, berupa kendi yang belum terkirim. Ia pun terpaksa memanggil Ibnu Ablah.

“Ibnu Ablah..!” Panggilnya.
“Ya, tuanku.” Saut Ibnu Ablah.
“Selama kau berkerja denganku. Sekali pun aku tidak pernah memintamu untuk mengantarkan pesanan ke pembeli. Hal itu ku lakukan karena aku tahu kau memiliki kelemahan dalam kecerdasan. Jadi aku takut kalau pelanggan merasa tidak puas karenamu. Namun hari ini, aku memberikan kamu kepercayaan untuk mengantarkan kendi pesanan Abu Syukur ini ke rumahnya.” Ujarnya. Ibnu Ablah begitu gembira sampai-sampai tidak bisa berkata-kata. Diambilnya kendi tersebut dari tangan majikannya seraya tersenyum.
“Jagalah kendi itu baik-baiknya, jangan sampai lecet sedikitpun. Kehormatan ku ada di tanganmu.” Lanjutnya. Ibnu Ablah pun bertanya-tanya; Apa hubungannya Kendi dengan kehormatan? Ia sama sekali tidak mengerti ucapan terakhir majikannya itu. Ia hanya mengangguk, tanpa tahu; apa yang dia anggukan.

Sepanjang perjalanan Ibnu Ablah tidak henti-hentinya bersiul. Kebebasan menikmati dunia luar baru dirasakannya sekarang. Apapun yang ditemuinya, baik itu pepohonan, rerumputan ataupun alang-alang dijadikannya sair lagu yang didendangkannya dalam perjalanan. Tiba-tiba ia melihat sekumpulan kupu-kupu di sebuah taman sedang menghisap bunga. Ia terpesona, timbul keinginan dalam hatinya untuk bebas sejenak seperti kupu-kupu. Ia pun bermain-main di taman itu hingga kelelahan dan tertidur. Ketika bangun hari sudah menjelang sore. Ia terkejut bukan main, buru-buru diraihnya kendi yang tergeletak di rumput, dengan tergopoh-gopoh ia bangkit dari tempat itu. Namun sayang baru saja melangkah kakinya terantuk batu, hingga ia pun terjatuh dan naas-nya kendi di tangannya pun pecah terbentur batu besar yang tertutup semak-semak kecil.

“Haah, kendi-ku kenapa pecah? Aku tidak memecahkannya!” Teriaknya ketakutan. Dia sibak semak-semak kecil yang menutupi batu.
“Ini bukan kesalahanku, tapi kesalahan batu ini yang sengaja bersekongkol dengan kerikil itu untuk menjatuhkanku. Sehingga ia mempunyai kesempatan mencuri kendi ini dari tanganku.” Ujarnya meyakinkan. Ia pun pergi ke rumah Abu Syukur, pemesan kendi tersebut dengan gagang kendi di tangan. Sesampainya di sana, Abu Syukur pun menanyakan kendi pesanannya.
“Mana Kendi pesanan saya..?”
“Tadinya saya membawa kendi tuan, sebelum batu merampok kendi tersebut.” Jawab Ibnu Abah diplomatis.
“Bagaimana ceritanya sebuah batu bisa merampok kendi dari tangan anda?” Tanya Abu Syukur penasaran.
“Begini tuan, tadi saya diperintahkan majikan saya untuk mengantarkan kendi ini ke tuan. Namun di tengah jalan si batu sengaja bersekongkol dengan kerikil untuk menjatuhkan saya. Sehingga ketika saya jatuh oleh si kerikil, si batu langsung merebut kendi itu dari tangan saya.” Ujar Ibnu Ablah menjelaskan.
“Adakah buktinya?” Tanya Abu Syukur.
“Ini buktinya tuan.” Ujar Ibnu Ablah sambil menyerahkan gagang kendi tersebut. “Saya tidak sebodoh yang tuan kira. Saya membawa gagang kendi ini sebagai bukti kalau cerita saya ini benar.” Lanjutnya. Abu Syukur hanya manggut-manggut, ‘Sebenarnya yang bodoh ini saya; apa dia yah?’ gumamnya dalam hati.


1 komentar:

 
Seruan Hati - Template ini design ulang oleh Yusuf Awwab